Metromilenial.Com,Jakarta---
Ketua Asosiasi Gaharu Indonesia (Asgarin), Mashur Bin Mohamad Alias, mengungkapkan bisnis dan budidaya kayu gaharu di provinsi Papua, terutama kabupaten Asmat dan Mappi, tidak merusak lingkungan dan konservasi sumber daya alam setempat. Tapi selama ini telah mengalami transformasi dengan menjaga keanekaragaman hayati serta memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat setempat.
“Berkat pembinaan dan pengaturan tataniaga Gaharu yang dilakukan Dirjen KSDAE selama ini, iklim dan pengembangan usaha gaharu di Papua, khususnya Asmat menjadi lebih bergairah dan ramah lingkungan. Kalau dulu banyak terjadi penyelundupan,” kata Mashur memberikan masukan bagi Panja (Panitia Kerja) terkait penyusunan RUU tentang revisi atas UU No.5/1990 tentang sumber daya alam dan ekosistemnya di ruang rapat Komisi IV DPR-RI Senayan, Jakarta, Senin (13/9/2021).
Selama ini menurut hitungan Asgarin, lanjut Mashur, potensi usaha kayu gaharu di Asmat cukup tinggi dengan peredaran uang sekitar 5 sampai 600 miliar rupiah per tahunnya. Apalagi kayu gaharu di Asmat ini cukup unik karena didapatkan oleh masyarakat dari lumpur yang berada di bawah tanah. “Caranya dengan menusuk-nusukkan batang besi kecil dengan ujung runcing berpengait ke dalam kubangan lumpur,” jelasnya.
Gaharu Asmat adalah satu-satunya yang diambil dalam bentuk bongkahan, dan telah tertimbun di dalam lumpur bertahun-tahun. Produk gaharu lainnya biasa diambil dari pohon tegakan. Para lelaki Asmat telah memanfaatkan gaharu dari dalam lumpur sejak sekitar tahun 1995, menjadikannya mata pencaharian utama untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Mungkin saja Tuhan telah memberikan anugerah dan berkat untuk mereka, dengan menciptakan proses alamiah kayu itu menjadi barang berharga, bernilai jutaan rupiah. Orang-orang Asmat yang bersedia melanglang hutan rimba pasti akan mendapatkan berkat itu.
Harganya pun sangat menggiurkan. Kalau dulu per 20 kg gaharu laku dengan harga Rp 700 rb-Rp 1 juta, maka saat ini pasaran gaharu Asmat telah melambung menjadi Rp 7-8 juta per 20 kg. “Hasil dari kayu gaharu inilah yang bisa membiayai pendidikan anak-anak mereka,” ungkap Mashur.
Selain potensi ‘harum emas’ dari lumpur Asmat, menurut Mashur, pihaknya juga tengah mengembangkan budidaya dengan menanam sekitar 500 ribu pohon, yang sekitar 174 ribu ribu diantaranya itu dalam proses pembibitan dengan harapan memberikan kesinambungan dan keseimbangan ekosistem bagi masyarakat lokal.(Bahri Layya/Aris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar